Slider

Kamis, 25 September 2014
0 komentar

[Arsip] Ali Farka Toure - DNA-nya Musik Blues

09:47
Moritza Thaher dan Fauzan Santa di sesi diskusi

Film dokumenter berjudul asli “Ali Farka Touré – Le miel n’est jamais bon dans une seule bouche” ini mengikuti perjalanan Ali ‘Farka’ Touré (31 Oktober 1939 – 7 Maret 2006) saat dia kembali ke rumahnya dan ke akar musiknya di Niafunké, Mali. Lahir dengan nama Ali Ibrahim Touré, dia telah memenangkan Grammy Award dua kali.

Ali Ibrahim ‘Farka’ Touré adalah warga negara Mali. Penyanyi dan gitaris legendaris dari Afrika ini juga bisa memainkan banyak instrumen musik lainnya. Touré tercatat sebagai salah satu musisi dari benua Afrika yang paling dikenal secara internasional. Musiknya adalah campuran antara musik tradisional Mali dan musik blues Amerika Utara. Majalah Rolling Stone menempatkannya pada posisi 76 di daftar “100 Gitaris Terbesar Sepanjang Masa”, sedangkan majalah Spin menempatkannya di posisi ke 37 untuk daftar yang sama.

Moritza Thaher, pendiri dan Kepala Sekolah Musik Moritza, menjadi pembicara pada pemutaran dan diskusi film Perancis produksi tahun 2002 “A Visit to Ali Farka Touré”, yang disutradarai oleh Marc Huraux. Acara ini berlangsung di Episentrum Ulee Kareng Jl. Tgk. Menara VIII, No. 8, Garot, Aceh Besar, Rabu (24/9), pukul 16.00 WIB.

Touré melihat sosoknya sekarang sebagai petani dan pecinta keluarga, yang mencoba meningkatkan kondisi agrikultur dan sosial di Timbuktu. Tempat ini sangat berkekurangan. Touré dikenal sebagai legenda terutama dalam menghubungkan musik blues Amerika dan musik gitar asli di Mali. Dia akhirnya mempopulerkan aliran yang dikenal sebagai Blues Mali.

Setelah pemutaran film, Moritza Thaher memaparkan beberapa aspek yang bisa dipetik dari film tersebut untuk mengembang musik di Aceh. Diantaranya adalah kekuatan bahasa, pengucapan, logat, pembunyian serta cara memainkan instrumen yang bisa menimbulkan asosiasi bagi otak manusia tentang dari mana musik itu berasal. Walaupun musik blues berasal dari Amerika Utara, tapi dari tenggorokan dan jari jemari Touré musik blues terdengar seperti berasal dari Mali. Bahkan Martin Scorsese, salah seorang sutradara film Amerika Serikat menyebut gaya musik Touré sebagai “DNA-nya musik blues”.

Hal yang sama juga terjadi di Sumatera Utara. Jika mendengar orang melayu memainkan accordion, orang-orang akan lupa bahwa instrumen tersebut sebenarnya berasal dari Perancis dan Italia. Demikian juga dengan kesenian Nandong dari Simeulue dan Sikambang dari Singkil yang memakai instrumen violin.

Salah seorang peserta diskusi, Munzir, terpana menyaksikan bagaimana Ali Farka Touré memainkan musiknya dan memimpikan hal yang sama bisa terjadi bagi musisi di Aceh. “Itu karena dia dicintai oleh masyarakatnya. Jika di Aceh masyarakat belum sanggup menghargai musisi hingga ke tingkat ‘salute’, setidaknya sedikit apresiasi dari masyarakat akan membangkitkan semangat musisi Aceh untuk lebih kreatif” katanya.

Bassis band Inverno, Jefry Muntazier alias Tebonk malah menjadi heran ketika membanding fasilitas untuk membuat rekaman musik di kampung Touré yang sangat minim dibanding dengan fasilitas studio rekaman di Banda Aceh yang sudah sangat baik. Di banda Aceh, fasilitas tersebut tidak dibarengi dengan semangat berkarya oleh musisi-musisinya.

Beberapa peserta diskusi lainnya seperti Desi, Mita, Zopan dan Yudi juga memaparkan pikiran mereka setelah menonton film tersebut.

Acara ini ditutup oleh Rektor Sekolah Menulis Dokarim, Fauzan Santa. Dia tidak menyangka peserta kali ini membludak dibandingkan biasanya. “Mungkin tema film musik yang menjadikannya menarik. Untuk itu pada edisi dibulan-bulan berikutnya kami akan memutarkan film-film lain yang bertemakan musik”

Pemutaran film ini diselenggarakan oleh Komunitas Tikar Pandan bekerja sama dengan Institut Français Indonesia (IFI), Polyglot Indonesia-Chapter Aceh, ruangrupa, Liberty Language Center, Aneuk Mulieng Publishing, Episentrum Ulee Kareng, Sekolah Menulis Dokarim, Kedai Buku Dokarim, Metamorfosa Institute, Epicentrum Entertainment, LPM Perspektif Unsyiah, Aliansi Jurnalis Independen Kota Banda Aceh, Muharram Journalism College, Himpunan Mahasiswa Komunikasi Unsyiah, IloveAceh, Banda Aceh Info, Infoscreening.

Penulis: Sekolah Musik Moritza/Moritza Thaher

Sumber tulisan asli: Moritza

Lihat arsip dokumentasi di: Arsip Dokumentasi

Berita Terbaru

 
Top