Slider

Sabtu, 03 Desember 2011
0 komentar

Festival Film Arab 2011

11:38

Huruf A dalam sukukata Aceh sering sebagai anekdot dianggap akronim dari kata Arab. Semetara sisa tiga huruf lagi mewakili diri pada tiga tipikal kebudayaan dunia paling kuat; China, Eropa dan Hindustan. Anggap saja itu benar (meski penting didebat) untuk memudahkan pencarian siapa ACEH dalam 4 rangka wajah, mental dan karakter kebudayaan dunia di atas. Ya. Lantas sampai kini pun ragam itu masih melekat dan itu jua membikin ACEH sangat terbuka dan interaktif menerima lalu memproses banyak kebudayaan dunia mana saja menjadi bagian dari tubuh sosial masyarakat yang khas di sini dan terkini. Cuma satu saja syarat dan tujuan menjadi ACEH; prinsip dasar moral hidup beralas nilai Islam. Islam yang menjadi ruh, bukan tubuh kaku yang memang sudah ditakluk sistem antropologi ragawi masing-masing, memiliki sejarah kebudayaan sendiri-sendiri.

Problem penting terbit manakala huruf A dalam sukukata ACEH amat dominan menjadi penanda budaya keislaman. Sedang 3 huruf lain seolah lepas dari percaturan budaya guna meneguhkan identitas ACEH, bahkan kadang dicap menjadi petunjuk yang sangat tidak berkait dengan cermin Islam. Sampai 3 huruf cermin dari 3 kebudayaan besar dunia itu pun lamat-lamat menjadi bukan ACEH.

Arab pasti lebih tua, tapi Islam jelas lebih luas. Butuh perbandingan dan penjarakan antara kita dengan sebuah sistem budaya dominan dalam usaha memahami secara jernis dan bernas mana agama mana budaya. Semoga Festival Film Arab dan Aceh kali ini bisa membuka ruang sederhana bagi dialog kebudayaan A dan CEH dalam taruhan wacana intelektualisma kita hari ini. Hingga watasallum tahap kedua kembali mencapai puncak, setelah pertama kali terbit di bandar-bandar Daruddunya abad 17. Dan tentu saat itu, ACEH tak lagi sebagai anekdot hanya karena warkop-warkop sudah tak pikuk-hiruk sebab orang kini saling bicara melalui sebuah layar dan tust. Terima kasih.

Berita Terbaru

 
Top